Beberapa hari lalu, saya ke Goethe-Institut Jakarta dan melihat pengumuman ini, yaitu pemalsuan sertifikat C1 dan C2 yang dilakukan oleh (calon) mahasiswa Indonesia.
Selalu saja ada orang yang mau main pintas yang akhirnya merugikan tidak hanya diri sendiri, tetapi juga orang lain termasuk mahasiswa dan calon mahasiswa yang akan kuliah di Jerman.
Kalau cuma bikin sertifikat apapun, gampang banget. Photoshop dan sejumlah program komputer lainnya untuk mengutak atik sertifikat atau foto banyak bertebaran. Yang sulit sekaligus mudah mendeteksinya adalah kemampuan si pemilik sertifikat dalam menguasai bahasa Jerman. Orang yang mendapatkan sertifikat C1 dan C2 berarti kemampuan bahasa Jerman orang tersebut sudah hampir sama atau mendekati dengan penutur asli. Nah, dengan demikian, akan cepat ketahuan keaslian sertifikatnya kalau menunjukkan kepemilikan sertifikat C1 tapi bicaranya masih a e o.
Pengumuman Sertifikat C1 Palsu |
Saya sendiri baru memiliki sertifikat ZMP yang setara dengan B2, itupun puluhan tahun yang lalu. Kalau saya jadi melanjutkan S3 ke Jerman, maka saya harus memperbaharuinya. Untuk kuliah S2 dan S3, yang bukan berbahasa Jerman, harus ikut ujian DAF yang setara dengan ujian B2 ke atas. Beberapa hari lalu, saya dikirimi informasi beasiswa riset PhD (S-3)dari sebuah lembaga akademis di Jerman dan salah satu syaratnya adalah sertifikat C1. Wah,makin semangat deh belajar bahasa Jerman ke level yang lebih tinggi.
Pengkriteriaan jenjang mulai dari A1 hingga C2 dibuat oleh sejumlah besar profesor dan ahli bahasa se-Eropa selama bertahun-tahun. Jadi kalau orang Indonesia apalagi masih berstatus mahasiswa mau main-main dengan berbagai sertifikat palsu, ancaman tidak bisa kuliah di Jerman seumur hidup adalah sesuatu yang patut.